Siang itu , panas terik matahari menyilaukan kulit Ikhsan
yang sedang duduk termangu di pinggir jalan, tempat ia menjajakan dagangannya,
yang kumuh dan kotor. Usia Ikhsan masih 12 tahun, tapi dia sudah bekerja
menjadi tukang koran selepas pulang sekolah. Semua itu ia lakukan untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya. Ikhsan hanya tinggal bersama kakeknya di sebuah gubug
kecil, orang tuanya telah meninggal 5
tahun yang lalu karena musibah yang menimpa di desanya. Begitu pula dengan
saudara-saudara Ikhsan yang lainnya.
Saat itu Ikhsan sedang memikirkan sesuatu. Ia
memikirkan sarung yang dipake kakek selepas sholat shubuh tadi robek. Ia sangat
sedih , karena sarung itu satu-satunya milik kakek . sarung itu dibeli kakek
saat lebaran 3 tahun yang lalu.
“gimana ya caranya? , agar aku bisa membelikan sarung
baru untuk kakek, sedangkan uang hasil dagang saja masih kurang untuk makan
sehari-hari, belum lagi untuk bayar biaya sekolahku.” Kata Ikhsan dalam hati
sedih.
Saat
asyik melamun, tiba-tiba ..........
“Ikhsan !!! Ikhsan !!!” teriak kakek dari sebrang
jalan.
“mmm... iya kek ?” jawab Ikhsan.
“pulang !! sebentar lagi ashar !” sahut kakek.
“iya kek, Ikhsan pulang”
Tak lama saat Ikhsan dan kakek sampai di rumah
adzan ashar pun berkumandang.
“yuk kita sholat!”
“iya kek, Ikhsan ambil wudhu dulu ya kek !”
Setelah
berwudhu, Ikhsan mendekati kakek.
“yuk kek, Ikhsan sudah siap!”
“yuk kita langsung ke masjid! Mumpung belum iqomah!”
balas kakek
Tapi Ikhsan
malah diam dan melihat sarung yang dipake kakek.
“ kenapa Ikhsan?” tanya kakek.
“sarung kakek ........” jawab Ikhsan
“mmmm... oh iya sarung kakek robek tadi shubuh, tapi
tak apa masih bisa dipake.” kata kakek dengan lembut dan penuh rasa bersyukur.
“sudah mari ke mesjid.”
Setelah
sholat , Ikhsan berdoa kepada Allah SWT, ia ingin sekali membelikan sarung baru
untuk kakek. Saat sedang khusyuk berdo’a
, kakek mengajak Ikhsan pulang.
Sesampainya di rumah Ikhsan bertadarus al-qur’an bersama kakek, sambil
menunggu waktu berbuka.
Keesokan
harinya setelah pulang sekolah , Ikhsan melewati suatu toko, toko tempat
menjual baju-baju. Disana ia melihat sarung yang saaaaaaaaangat.. bagus.
“Pak, sarung itu harganya berapa?” tanya Ikhsan pada
penjual di toko itu.
“yang mana ,dek? Tanya penjualnya.
“itu yang warna hijau muda” kata Ikhsan (Sambil
menunjuk)
“oh itu.... itu harganya Rp 45.000,00” jawab penjual.
Ikhsan
terkejut dan langsung membalik,, lalu berlari. Ia tidak menyangka harga
sarungnya semahal itu. Ia sangat sedih karena niatnya untuk membelikan sarung
baru untuk kakek sebelum lebaran ,akan diurungkannya begitu saja. Tapi ia tak
putus asa, ia langsung berlari ke rumah, membawa koran-koran yang akan
dijualnya. Dan langsung menjajakannya di pinggir jalan.
Ketika
Ikhsan menunggu pembeli, tiba-tiba datang seorang Ibu bersama anaknya.
“nak, koran yang ini berapa?” tanya si ibu.
“oh yang itu Rp 1000,00 bu.” Kata Ikhsan.
“oh... ibu beli ini satu ya. Ini uangnya.”
(Menyodorkan uangnya pada Ikhsan)
“terima kasih ya , bu “
“sama-sama ,nak” kata ibu, kemudian pergi.
“Alhamdulillah....”
kata Ikhsan sambil merapikan koran-korannya. Tiba-tiba,......
“apa ini ?” tanya Ikhsan bingung. Karena ia menemukan
sebuah amplop coklat yang lumayan berat dan isinya penuh. “amplop? Amplop apa
ini ya? Perasaan tadi tidak ada.”
Ikhsan sangat bingung. Kemudian ia membuka bungkusan
itu dannnn....astagfirullah.. dalamnya uang yang sangaaatt banyak. “ini uang
siapa? Apa uang ini milik ibu yang tadi? Aku harus segera mengembalikannya!”
kata Ikhsan sambil berlari mengejar Ibu-Ibu tadi.
“bu, bu, ibuuuu...!” teriak Ikhsan.
“ada apa nak? “ sahut ibu tadi.
“bu, apakah ini amplop ibu?”
“hah? Iya nak, ini punya ibu, tadi ibu mencarinya, ibu
kira ibu kecopetan.”
“iya bu, amplopnya tadi ketinggalan di atas
koran-koran saya.”
“aduh... terima kasih banyak ya nak, ibu tidak tahu
apa jadinya kalau ibu kehilangan uang itu.”
“iya bu, sama-sama”
“ini nak, untuk kamu!” ibu itu menyodorkan uang Rp
200.000,00 kepada Ikhsan
“mmmm.... tap,tapi, saya ikhlas menolong Ibu.” Kata Ikhsan
“tak apa-apa, tolonglah terima, sebagai tanpa terima
kasih ibu, karena kamu sudah mengembalikan uang ini.”
“mmm... terima kasih banyak ibu.” Kata Ikhsan sambil
tersenyum gembira.
Ikhsan
sangat senang dan banyak bersyukur kepada Allah SWT, karena akhirnya ia
mempunya uang untuk membeli sarung baru untuk kakek. Saat itu pun Ikhsan
langsung pergi ke toko yang pernah dijumpainya. Ia membeli sarung itu. Dan
segera pulang ke rumah. Di rumah Ikhsan memberikan sarung itu kepada kakek.
“kek, ini sarung baru untuk kakek!”
“sarung?” jawab kakek serak,sambil menatap Ikhsan
heran.
“kakek gak usah khawatir, Ikhsan membelinya untuk
kakek , dengan cara halal.” Ikhsan meyakinkan kakek, karena ia tau pasti kakek
akan bersangka buruk dan menanyakan darimana ia mendapatkan uangnya.
Setelah menatap Ikhsan lama, air mata kakek keluar.
“mmm... kakek percaya, karena kamu anak yang baik,
kamu anak yang sholeh.” Mendekati Ikhsan dan memeluknya.
Kakek merasa bangga pada Ikhsan, sekaligus bersyukur
pada Allah SWT, karena meski miskin harta, tapi Allah menurunkan sosok cucu
sholeh yang tidak miskin hati.
“kamu lebih berharga dari harta sekalipun!” kata
kakek.
-lebih baik miskin harta, daripada miskin hati, lebih
baik kaya hati ,daripada kaya harta-
.......................................................................................................................